Jakarta – Fasilitas kawasan berikat menjadi salah satu produk kebijakan pemerintah yang memberikan manfaat signifikan terhadap perekonomian.
Tak hanya memberi kemudahan fiskal dan prosedural bagi pelaku usaha yang berorientasi ekspor, yang menyebabkan kinerja ekspor semakin melesat, fasilitas kawasan berikat juga terbukti menyokong geliat ekonomi masyarakat.
Keterangan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan yang diterima pada Sabtu (28/9/2024) menyebutkan bahwa di awal perumusannya, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1986 tentang Kawasan Berikat (Bonded Zone), fasilitas kawasan berikat (KB) ditujukan untuk menciptakan iklim yang lebih baik dalam pembangunan industri, khususnya untuk mendorong partisipasi penanaman modal pada sektor industri yang berorientasi ekspor.
Hal ini untuk menjawab beberapa tantangan yang ada, pertama efisiensi waktu dan biaya logistik. Dengan memanfaatkan fasilitas KB, para produsen tidak perlu lagi mengimpor dan mengurus customs clearance di pelabuhan bongkar atau menyewa tempat penimbunan lainnya. Kedua, fasilitas kepabeanan dan perpajakan.
Di dalam KB atas barang-barang yang diimpor diberikan kemudahan berupa penangguhan, penundaan, keringanan atau pembebasan bea masuk dan pajak. Ketiga, peningkatan daya saing produk ekspor di pasar global. Dengan fasilitas KB, biaya produksi menjadi jauh lebih murah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar (actual price).
Diharapkan, KB dapat memainkan peranan penting dalam upaya untuk meningkatkan/mengembangkan dan memperlancar arus lalu lintas barang dalam kerangka perdagangan internasional (impor, ekspor, dan re-ekspor).
Pendirian KB pun mengundang respons positif dunia usaha, terlebih dengan tumbuhnya antusiasme investasi di dalam negeri. Hal itu ditandai dengan banyaknya pengusaha yang menunjukkan minat untuk berinvestasi di kawasan berikat, terutama karena insentif fiskal dan kemudahan perizinan yang ditawarkan oleh pemerintah. Ini menciptakan ekspektasi untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kegiatan ekonomi, dengan banyaknya perusahaan baru yang berdiri dan peluang kerja yang muncul.
Dalam 10 tahun terakhir, Pemerintah melakukan perubahan drastis terkait tata kelola KB. Peraturan mengenai KB telah mengalami empat kali pemutakhiran. Aturan terbaru saat ini adalah PMK Nomor 65 Tahun 2021 yang merupakan revisi dari PMK Nomor 131 Tahun 2018, yang mengedepankan kemudahan usaha.
Salah satu bentuk kemudahan usaha yang tercipta ialah simplifikasi proses perizinan transaksional KB, dari yang sebelumnya memerlukan 45 perizinan menjadi tiga perizinan saja. Prinsip trust and verify pun kini semakin dikedepankan pemerintah dalam kebijakan KB.
Dengan prinsip ini, setiap pengguna jasa dipercaya sampai terbukti melakukan kesalahan. Hal ini tercermin pada saat pengajuan permohonan izin Kawasan Berikat, izin Kawasan Berikat dapat diterbitkan apabila calon pengusaha Kawasan Berikat memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam PMK Kawasan Berikat.
Selanjutnya terkait kepatuhan Kawasan Berikat dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap transaksional Kawasan Berikat dimana apabila terdapat ketidakpatuhan maka izin tersebut dapat dicabut.
Kemudahan lainnya yang diberikan pemerintah untuk mendorong kinerja ekspor dan menjaga kelancaran arus barang ialah pendirian kawasan berikat mandiri (KBM), yang diluncurkan pada tanggal 19 September 2019.
Pemberian izin KBM mengedepankan prinsip kepastian dan kemudahan berusaha, kecepatan pelayanan pemasukan dan pengeluaran barang, dan efisiensi biaya dari sisi pengusaha. Dari sisi pemerintah, penetapan KBM menciptakan efisiensi SDM dan anggaran. Karena, KBM tidak perlu diawasi secara fisik oleh petugas.
Dengan segala kemudahan yang diberikan pemerintah, KB menjadi pilihan menarik bagi pelaku usaha berorientasi ekspor untuk mengembangkan bisnis mereka.
Di tahun 2014, jumlah perusahaan yang aktif sebagai perusahaan KB tercatat 838 perusahaan dan menunjukkan tren peningkatan dalam 10 tahun terakhir. Sampai dengan September 2024, telah ada 1.454 perusahaan yang aktif sebagai perusahaan KB.
Kontribusi ekspor yang dihasilkan oleh perusahaan penerima fasilitas KB selama periode tahun 2017 s.d. tahun 2022 juga menunjukkan tren peningkatan. Dalam kurun waktu tersebut, rata-rata tahunan kontribusi ekspor perusahaan penerima fasilitas KB sebesar Rp911,10 triliun. Proporsi pertumbuhan terbesar justru terjadi pada masa terdampak pandemi Covid-19 pada tahun 2021 s.d. tahun 2022.
Berdasarkan hasil Kajian Penelitian Dampak Ekonomi TPB dan KITE tahun 2023, sebanyak 1.435 perusahaan KB menerima total fasilitas fiskal sebesar Rp72,03 triliun. Ribuan perusahaan KB tersebut menyumbang nilai ekspor Indonesia sebesar Rp1.634,97 triliun.
Dari hasil kajian yang sama, dampak positif KB juga dirasakan masyarakat sekitar berdirinya KB. Sepanjang tahun 2022, KB berhasil menyerap 1.752.042 tenaga kerja. Kajian tersebut turut mencatat aktivitas ekonomi melalui berbagai sektor usaha di sekitar KB.
Usaha perdagangan tercatat sebanyak 111.933 unit, usaha akomodasi sebanyak 111.302 unit, usaha makanan sebanyak 92.911 unit, hingga usaha transportasi sebanyak 62.399 unit. Dari hasil kajian yang sama, dampak positif KB juga dirasakan masyarakat sekitar berdirinya KB. Sepanjang tahun 2022, KB berhasil menyerap 1.752.042 tenaga kerja. Kajian tersebut turut mencatat aktivitas ekonomi melalui berbagai sektor usaha di sekitar KB. Usaha perdagangan tercatat sebanyak 111.933 unit, usaha akomodasi sebanyak 111.302 unit, usaha makanan sebanyak 92.911 unit, hingga usaha transportasi sebanyak 62.399 unit.
Data tersebut membuktikan bahwa KB tak hanya berdampak positif bagi kinerja ekspor yang semakin melesat, tetapi fasilitas kawasan berikat juga menyokong geliat ekonomi masyarakat. Hasil ini merupakan buah kerja sama selama 10 tahun antara pelaku usaha dan pemerintah demi mendorong pertumbuhan industri Indonesia, serta menciptakan pertumbuhan tenaga kerja dari sektor industri tersebut. (*)