PURWAKARTA – Penyakit Tuberkulosis (TBC) di Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina dengan jumlah kasus 824.000 dan kematian 93.000 pertahun atau setara dengan 11 kematian per jam.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan menargetkan Eliminasi TB pada tahun 2030, tersisa 8 tahun lagi. Dibutuhkan gerak cepat dan keterpaduan pemerintah pusat, pemerintah daerah, tenaga teknis dan masyarakat untuk mewujudkan target tersebut.
Rintangan dalam melakukan penanganan TB masih terasa, stigma TB masih ada, keengganan kontak untuk melalukan pemeriksaan dahak dan minum obat profilaksis, masih melakukan pengobatan tradisional dan jarak yang jauh dari layanan.
Dede Staf Puskesmas Cibatu yang membidangi Penyakit TB dalam hal ini kepada penderita menuturkan, awalnya kita akan melakukan Screaning dahulu, kalau ada warga yang memiliki gejala tersebut. Dan kita akan melakukan pemeriksaan dahak, melalui alat TCM,” katanya. Selasa (30/08/2022)
Lanjut Dede gejala TB seperti Suhu tubuh meningkat (Demam) terutama di malam hari, Meskipun pada pagi dan siang hari tubuhnya sehat dan bugar, menjelang malam, tubuh pengidap TBC akan melemah dan disertai oleh demam. Meningkatnya suhu tubuh ini biasanya berlangsung selama lebih dari 3 minggu, meskipun sudah mengonsumsi obat penurun demam.
“Kemudian gejala lainnya adalah berkeringat di malam hari, sering merasa lelah, kulit pucat, nafsu makan dan berat badan menurun. Dan kita juga akan mengambil dahak penderita TBC, selanjutnya memeriksa keluarga dan warga yang melakukan kontak dengan penderita.
Dede berpesan kepada penderita TB untuk tidak melakukan membuang dahak sembaranga, selalu memakai masker, bekas makan penderita harus di cuci bersih, jendela kalau pagi harus dibuka, makan yang bergizi.
Selanjutnya Kepala Puskesmas Cibatu Gigin Sugiono, S. Kep menambahkan, bahwa kerahasiaan penderita TBC akan menjadi prioritas bagi kami, tidak mudah untuk di eksplor. Akan tetapi kami lebih mengarah ke edukasinya.
“Bahwasanya ada stigma di masyarakat bahwa penyakit TBC itu adalah penyakit kutukan. Karena kalau terkena penyakit tersebut akan di jauhi orang lain atau warga sekitarnya,” jelas Gigin Sugiono, S.Kep.
Lanjut Kepala Puskesmas Cibatu menegaskan, bahwa penyakit TBC ini bukan penyakit kutukan dan bukan penyakit yang memalukan. Dan penyakit TBC itu harus di obati, setelah diberikan edukasi. Dan akhirnya mereka sadar dan mengerti, penderita tidak merasa malu lagi.
“Dan pengobatan penyakit TBC ini, memerlukan waktu jangka panjang, otomatis memerlukan pengawasan dari sekitar atau PMO (Pengawas Minum Obat),” katanya.
Masih menurut Kepala Puskesmas Cibatu menegaskan, Untuk penemuan kasus, kita punya slogan TOSS (Temukan, Obati, Sampai Sembuh). Kita juga akan memeriksa warga yang diduga terinfeksi dengan alat TCM, dengan alat tersebut hasilnya akan keluar dalam waktu Dua jam. (Fito)