Jadikan Agama Kekuatan Pemersatu Mengatasi Krisis Kemanusiaan

Jadikan Agama Kekuatan Pemersatu Mengatasi Krisis Kemanusiaan

Spread the love

Jakarta, 20 November 2024 – Deklarasi Istiqlal yang ditandatangani oleh pemimpin tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus, dan Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, saat kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 5 September 2024, menegaskan peran penting agama sebagai kekuatan pemersatu dalam mengatasi berbagai krisis kemanusiaan yang dihadapi dunia saat ini. Disadari, Deklarasi Istiqlal perlu ditindaklanjuti secara konkret agar nilai-nilai luhur agama bisa senantiasa hidup untuk mendatangkan kebaikan di tengah masyarakat.

Hal itu menjadi intisari dari Webinar Internasional Seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) bertemakan “Deklarasi Istiqlal: Kolaborasi Umat Beragama untuk Kemanusiaan” yang diadakan oleh Masjid Istiqlal dan Institut Leimena, Selasa (19/11/2024) malam. Menteri Agama (Menag) RI sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, menekankan Deklarasi Istiqlal menjadi contoh bagaimana pertemuan tokoh agama sudah melangkah kepada isu-isu yang lebih praktis seperti lingkungan hidup dan harmoni antar umat beragama.

“Keharmonisan sesama warga manusia, meskipun berbeda, itu untuk apa? Untuk melestarikan alam ini, sebab kalau lingkungan alam semesta rusak tentu dunia cepat kiamat,” kata Nasaruddin dalam webinar yang dihadiri lebih dari 2.200 peserta.

Menag mengatakan Deklarasi Istiqlal menekankan dua hal yaitu pertama, menumbuhkan kesadaran umat beragama agar kompak dan bersatu untuk menjaga lingkungan hidup. Menag menegaskan dampak akibat perubahan iklim sangat dahsyat kepada kehidupan manusia. Kedua, umat beragama perlu meningkatkan pemahaman terhadap agamanya dengan rajin membaca kitab suci masing-masing.

“Tugas kita sebagai tokoh umat beragama memperluas wawasan keagamaan kita masing-masing. Saya yakin jika semua umat beragama menghayati ajaran suci agama mereka maka harmoni kehidupan dengan sendirinya akan tercipta,” kata Nasaruddin.

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, menyatakan Deklarasi Istiqlal ditandatangani oleh dua tokoh agama yang pengabdiannya selama ini telah menunjukkan keteladanan atas nilai-nilai dalam deklarasi tersebut. Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia disambut umat dari berbagai kalangan agama dan kepercayaan yang merasa begitu dekat dan terinpsirasi oleh sosok pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia itu.

“Di tengah situasi dunia yang penuh perpecahan dan konflik, sikap dan perkataan beliau senantiasa mengingatkan umat manusia untuk selalu berpihak pada perdamaian, rekonsiliasi, kerukunan, dan kemanusiaan,” ujar Matius.

Senada dengan itu, ujar Matius, Menag RI sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal telah lama ikut merintis dialog dan kerja sama lintas agama untuk membangun kerukunan beragama untuk kemanusiaan. “Komitmen yang kami saksikan dan alami sendiri melalui kerja sama Institut Leimena dan Masjid Istiqlal dalam program Literasi Keagamaan Lintas Budaya sejak tiga tahun lalu, yang telah melatih lebih dari 10.000 guru dan pendidik berbagai agama dari 38 provinsi dan bekerja sama dengan lebih dari 30 lembaga keagamaan dan pendidikan,” ucap Matius.

*Panggilan Luhur Agama*
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang baru terpilih, Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty, Deklarasi Istiqlal menggaungkan kembali panggilan luhur agama-agama di tengah tantangan etis politik, untuk memandu politik berjalan dengan bermartabat, membangun demokrasi yang substantial, dan menyatakan rasa solidaritas di tengah kelompok-kelompok terpinggirkan, terasingkan, dan tersingkirkan.

“Dunia membutuhkan suatu level kebersamaan dan kerja sama yang konkret dan maksimal pada saat ini. Kita menjadi satu di tengah perbedaan untuk menegakkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran,” kata Pdt. Jacklevyn atau yang biasa disapa Pdt. Jacky.

Pdt. Jacky mengatakan terjadi perkembangan positif di dunia karena agama diterima untuk memainkan peran sangat konstruktif dalam dunia kontemporer bagi sebuah perubahan yang diharapkan bersama. Peran agama telah diakui melalui lembaga-lembaga resmi di dunia.

“Organisasi-organisasi multilateral seperti Perserikatan Bangsa-bangsa dan Uni Eropa, bahkan telah mengafirmasi kekuatan agama lewat sejumlah program yang dibuat khusus terkait dialog antar agama, kontraradikalisasi, penanganan masalah Timur Tengah, pemeliharaan hutan hujan, sampai penanganan Covid-19,” katanya.

Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia, Romo Agustinus Heri Wibowo, mengatakan Deklarasi Istiqlal adalah ungkapan dan perwujudan iman sebagai sesama saudara kemanusiaan. Deklarasi tersebut secara substansi tidak jauh berbeda dari Dokumen Abu Dhabi, yaitu “The Document of Human Fraternity for World Peace and Living Together” yang ditandatangani Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Amhed el-Tayeb saat kunjungan Bapa Paus Uni Emirat Arab (UEA) pada 4 Februari 2019.

“Dalam Deklarasi Istiqlal ada kata Pancasila, itu hadir karena proses dialog, dimana Vatikan menawarkan bagaimana jika ada falsafah Pancasila, menjadi perjumpaan untuk saling mengenal satu sama lain,” kata Romo Heri.

Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Inayah Rohmaniyah, mengatakan upaya yang bisa dilakukan untuk mendaratkan Deklarasi Istiqlal adalah dengan menyasar kelompok guru atau pendidik sebagai agen perubahan di tengah masyarakat. Itu sebabnya, program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diinisiasi Institut Leimena, Masjid Istiqlal, UIN Sunan Kalijaga, dan puluhan mitra lainnya berupaya melatih kompetensi dan keterampilan guru untuk memiliki tradisi berpikir kritis, termasuk dalam pengajaran agama di sekolah yang seringkali lebih mengedepankan indoktrinasi.

“Kami menyaksikan langsung bahwa mekanisme perubahan lewat model LKLB sangat efektif karena dimulai dari diri sendiri dengan memberikan pemahaman lalu kita bawa ke ranah sikap, dimana para guru yang berbeda agama duduk bersama, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, dan berkolaborasi,” kata Inayah.

Senior Fellow Comparative Religion di Jackson School of International Studies, University of Washington, Chris Seiple, menambahkan bahwa pendekatan LKLB yang dijalankan Indonesia bisa diilustrasikan seperti “gado-gado”. Artinya, meskipun saling bercampur, tapi tidak mengubah bentuk asli makanan itu; telur tetap menjadi telur atau tahu tetap menjadi tahu, dan saat digabungkan menjadi satu rasanya sangat enak.

“Pendekatan LKLB adalah cara terbaik untuk menghargai sesama, satu sama lain dan dunia ciptaan yang sudah diberkati Tuhan,” kata Chris Seiple.

Professor Filologi di Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurrahman, mengatakan Deklarasi Istiqlal membawa pesan moral bahwa kemanusiaan di atas keberagaman dan nilai-nilai agama harus menjadi solusi atas terjadinya dehumanisasi dan kerusakan lingkungan di bumi. Di sinilah peran pemuka agama menjadi penting untuk terlibat secara aktif. [IL/Chr]

Tinggalkan Balasan

All Rights Reserved 2023.
Proudly powered by WordPress | Theme: Refined News by Candid Themes.
error: Content is protected !!