Singkawang – Pernyataan Pemkab maupun Pemprov Kalbar tentang musabab banjir, telah menuai kritik dari publik dan banyak mempertanyakan strategi pemerintah dalam menuntaskan akar masalah tersebut, dan Pemerintah daerah mengeluarkan Statemen tentang teori anomali cuaca.
Memang jawaban dari pertanyaan Penyebab Bencana Alam Banjir di Indonesia salah satunya adalah cuaca ektrem.
Terkait permasalahan tersebut yang akhirnya membuat Salah satu Tokoh muda Dayak Kalimantan Barat Jono Darsono, ST. Pun angkat Bicara, menurutnya bahwa intensites curah hujan dan cuaca ekstrem di kalimantan Barat menjadi salah satu penyebab bencana alam Banjir. Akan tetapi penanganan tentang Banjir tersebut terkesan biasa saja dan belum ada terobosan atau inovasi yang maksimal dalam penanggulangan Banjir tersebut ucapnya (3/9/2022)
Seperti Telah diketahui Bencana alam Banjir di Provinsi Kalbar, puluhan ribu orang terdampak bencana banjir yang menjadi bencana tahunan dan melanda wilayah lima kabupaten di bagian pehuluan Kalbar,ada Kabupaten Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi dan Kapuas Hulu dan Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, salah satu wilayah rawan banjir, air merendam hampir 3.000 rumah, menelan dua korban meninggal, serta berdampak terhadap 15.000 jiwa.
Berbicara tentang banjir yang berulang kata Jono karena tidak ada daerah resapan khusus di wilayah Kalbar yang dihantam banjir bandang dan hampir setiap tahun daerah kami menjadi langganan banjir di tengah curah hujan yang tinggi, termasuk karena bangunan yang berada di dataran rendah
Sementara itu pemerintah Daerah mengklaim sudah melakukan langkah mitigasi,dan mengatakan banjir merupakan tanggung jawab semua instansi.
Jono menyatakan tentang mitigasi bencana di Kalbar dan ia menilai hampir semua Kabupaten dan khususnya Pemkab dan Pemrov sepertinya kurang perhatian terhadap masyarakat akibat banjir tahunan ini dan dikatakannya yang dimana perubahan tata guna lahan, fungsi lahan, maka daerah resapan yang ada jadi berkurang.
Lebih lanjut Jono Darsono ST juga merupakan sebagai Pendiri Kader Militan Jokowi KAMIJO menyatakan banjir di Kabupaten Sintang dan diwilayah lainnya Kalimantan Barat disebabkan dua faktor. Salah satunya hujan ekstrem yang melanda wilayah juga menyebut ada faktor kerusakan lingkungan dan Ia menilai banjir ini disebabkan oleh kerusakan DAS Kapuas yang telah mencapai 70% akibat pertambangan liar dan perkebunan adanya aliran sungai di wilayah tangkapan air hujan rusak ” Ucapnya.
Ditambah kegiatan ilegal logging seperti pertambangan tanpa izin (peti) yang menjamur di banyak wilayah di Kalbar sebagai penyumbang peran terjadinya bencana banjir di sejumlah wilayah, karena aktivitas peti itu telah mengakibatkan perubahan struktur sungai.
“Sungai yang tadinya dalam, karena disedot kemudian menjadi dangkal hal itu berpengaruh pada arus sungai dalam mendistribusikan air. Kalau sungai sudah terganggu, berpotensi terjadi air yang menggenang akibatnya air tidak lancar,” terang Jono.
Jono Darsono ST yang merupakan Tokoh Adat Dayak Kalbar menyatakan selain menagih pertanggung jawaban pemerintah daerah maupun Provinsi dan Pusat yang telah diduga melakukan penyimpangan patut dimintai pertanggung jawaban atas terjadinya bencana lingkungan. Karena banyak akademisi,yang dengan keahlian dan keilmuannya, justru malah mendedikasikan diri sebagai konsultan perusahaan besar swasta, dalam membuat studi kelayakan untuk pembangunan kegiatan usaha.
Deforestasi dituding sebagai penyebab banjir dan ia menilai, deforestasi ini adalah bahagian dari kegiatan pertambangan sebagai penyebab utama bencana banjir yang menerjang beberapa wilayahnya belakangan ini, termasuk Sintang.
Jono membandingkan Jamannya Ayah saya penyebab banjir itu yang terjadi pada 1963 silam ada perbedaan antara penyebab banjir saat ini dan banjir 1963 bukan dipicu oleh deforestasi, namun oleh perubahan iklim kala itu aliran sungai dan serapan air masih terbilang bagus,kalau sekarang ini lebih banyak karena deforestasi akibat dari pertambangan coba kita lihat sekarang ini hutan-hutan di Kalbar saat ini sudah habis, lantaran IUPHHK-HTI telah banyak diberikan kepada perusahaan sehingga,lahan konsesi lebih banyak dibanding dengan hutan yang ada dan selain HTI, konsesi tambang juga ikut menyumbang bencana banjir dan Jono menyebut aktivitas pertambangan di Kalbar cukup besar.
Seharusnya Pemkab dan Pemprov di bidang infrastruktur Sumber Daya Air, saat ini fokus dan berupaya melakukan
penanganan perbaikan infrastruktur diantaranya perbaikan rehabilitasi untuk yang melayani lahan pertanian.
Namun, ia melihat penanggulangan atau mungkin pencegahan saya melihat Dinas Tata Ruang Pemkab maupun Provinsi sejauh ini belum ada program yang terlihat mengenai adaptasi banjir untuk masyarakat yang terkait dengan banjir, apalagi membuat area resapan baru untuk itu Jono menghimbau Pemerintah Pusat harus mencabut HTI tersebut yang diberikan melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan .
Menurutnya membuat daerah resapan tidaklah mudah dan butuh biaya besar karena area terbuka umumnya lahan gambut akan tetapi hal ini bisa dimasukkan dalam rencana jangka panjang sebagai langkah menekan risiko banjir yang dimana dalam waktu dekat ini masyarakatnya harus tangguh terhadap bencana yang terjadi dan Ia meminta kepada Pemerintah pusat untuk memperhatikan daerah penyangga IKN agar diperhatikan wilayah yang terkena dampak banjir agar pembangunannya tidak hanya terfokus di kawasan ibu kota negara atau IKN saja akan tetapi Pemerintah pusat juga harus perhatikan daerah penyangga IKN akibat banjir tahunan seperti ini “Tutup tokoh mantan Aktivis 98 ini . ( Red )