Kelas Rawat Inap Standar JKN: Jamkeswatch FSPMI Peringatkan Risiko Antrian dan Keterbatasan Fasilitas

Kelas Rawat Inap Standar JKN: Jamkeswatch FSPMI Peringatkan Risiko Antrian dan Keterbatasan Fasilitas

Spread the love

Jakarta  – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melalui lembaga pengawasannya, Jamkeswatch, menyampaikan kekhawatiran atas rencana perubahan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang meliputi kenaikan iuran BPJS Kesehatan serta penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Kebijakan ini, menurut Jamkeswatch, akan memberikan dampak negatif, terutama bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), peserta mandiri kelas 1, serta kelompok masyarakat rentan yang bergantung pada subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Tommy Juniannur, Direktur Jamkeswatch FSPMI, menyatakan bahwa penerapan KRIS berpotensi menurunkan standar layanan bagi peserta. Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2024 yang mengatur KRIS menetapkan bahwa ruang rawat inap di rumah sakit akan dialihkan menjadi kamar dengan standar lebih banyak tempat tidur, mengurangi kenyamanan dan privasi peserta.

“Peserta mandiri kelas 1 yang sebelumnya mendapat kamar dua tempat tidur kini akan dialihkan ke kamar dengan empat tempat tidur. Hal ini tentu saja menurunkan kenyamanan dan benefit akomodasi yang mereka peroleh,” jelas Tommy.

Selain itu, kebijakan KRIS dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan aksesibilitas terhadap layanan rawat inap di banyak rumah sakit. Berdasarkan PP No. 47 Tahun 2021, rumah sakit pemerintah diwajibkan menyediakan 60% tempat tidur untuk kelas standar, sementara 40% diperuntukkan bagi rumah sakit swasta. Kebijakan ini berpotensi memperpanjang antrian rawat inap bagi peserta JKN di rumah sakit swasta yang menjadi tulang punggung layanan kesehatan di berbagai daerah.

Beban Pemda dan Kekhawatiran terhadap Universal Health Coverage

Penambahan biaya iuran untuk peserta mandiri kelas 3 serta peningkatan beban bagi Pemda dalam membiayai peserta PBI APBD juga menjadi perhatian Jamkeswatch. “Dengan anggaran yang semakin besar, Pemda mungkin kesulitan mencapai Universal Health Coverage (UHC) sesuai target pemerintah. Artinya, masyarakat miskin yang memerlukan bantuan akan semakin terancam tidak terjangkau layanan JKN,” ungkap Tommy.

Kenaikan Iuran Dinilai Mengabaikan Keadilan Sosial

Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan diterapkan paling lambat 1 Juli 2025 juga menjadi perhatian Jamkeswatch FSPMI. Heri Irawan, Sekretaris Jamkeswatch, mengungkapkan bahwa kebijakan ini dapat memberatkan peserta di tengah situasi ekonomi yang sulit.

“Kebijakan kenaikan iuran ini seolah mengabaikan prinsip keadilan sosial. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, masyarakat rentan justru akan semakin terbebani,” ujar Heri.

Desakan Peninjauan Ulang Kebijakan

Menanggapi rencana kebijakan ini, Jamkeswatch FSPMI mendesak pemerintah untuk meninjau ulang penerapan KRIS dan kenaikan iuran. “Kami berharap pemerintah memperhatikan suara masyarakat, terutama kalangan rentan, dalam merumuskan kebijakan kesehatan yang lebih berpihak kepada rakyat,” pungkas Tommy.

Sebagai penutup, Jamkeswatch FSPMI menegaskan bahwa tujuan dari JKN seharusnya adalah menyediakan layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas untuk semua lapisan masyarakat tanpa mengurangi hak dasar masyarakat dalam menikmati pelayanan kesehatan yang memadai.(PR/R_Kfs74D)

Tinggalkan Balasan

All Rights Reserved 2023.
Proudly powered by WordPress | Theme: Refined News by Candid Themes.
error: Content is protected !!