Pesanggrahan Menumbing, Saksi Sejarah Perjuangan Bung Karno

Pesanggrahan Menumbing, Saksi Sejarah Perjuangan Bung Karno

Spread the love

Bangka Belitung – Jika mendengar tentang Bangka Belitung, pikiran kita hanya selalu dibawa ke suatu daerah dimana menjadi salah satu penghasil timah terbesar di dunia. Gaung sumber daya alam tersebut, ternyata sekian lama mampu menutupi kenyataan jika Bangka Belitung punya potensi keindahan bahari dengan jajaran batu granit yang berukuran besar.

Sampai pada akhirnya semesta menunjukkan kekuatannya, pada tahun 2008 keindahan Bangka Belitung tidak lagi dapat disembunyikan dari dunia luar, di tangan sutradara Riri Reza dunia melihat bahwa pesona bahari Bangka Belitung tidak kalah dengan keindahan Pulau Dewata. Laskar Pelangi demikan Bangka Belitung dikenal di dunia.

Sumber daya alam yang melimpah, serta keindahan pantai menjadikan Bangka Belitung semakin dikenal dan kini menjadi salah satu destinasi wisata di Inonesia. Tidak hanya itu saja, karena keindahan bahari, ternyata sejarah Kemerdekaan RI yang banyak orang tidak tahu kebenarannya berawal dari Bangka Belitung.

Bangka Belitung sebagai salah satu tempat pengasingan dua tokoh bangsa yakni Presiden RI pertama yakni Ir Soekarno serta Mohammad Hatta. Oleh karena itu, Bangka Belitung punya andil besar dalam mencapai Kemerdekaan RI. Tempat pengasingan kedua tokoh ini yakni Kabupaten Bangka Barat Kota Muntok tepatnya di Pesanggrahan Menumbing yang sejak tahun 2010 melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.13/PW.007/MKP/2010 ditetapkan benda cagar budaya. Dimana pengasingan terjadi pada saat agresi militer Belanda kedua pada tahun 1948-1949 (Babelreview.com).

Pada tahun 1948 tepatnya pada tanggal 22 Desember saat terjadinya agresi militer Belanda yang ke II, para tokoh Indonesia ditangkap dan di asingkan ke Yogyakarta oleh Pemerintah Belanda. Kemudian Wakil Presiden RI dibawa ke Pangkalpinang menggunakan pesawat pembom dengan kode B-25 sementara Presiden Soekarno pada saat yang sama diasingkan di Parapat Sumatera Utara . Setelah beberapa bulan Presiden Soekarno dipindahkan ke Bangka (Seno,dkk 2012).

Soekarno dan Hatta diasingkan dengan enam tokoh lainnya Mr. Ali Sastroamidjojo., Moh Roem., Mr Assat., Suryadharma., AG Priggodigdo dan Agus Salim (Swastiwi, Nugroho dan Purnomo 2017). Pada saat diasingkan mereka itu tidak tahu dimana mereka ditempatkan.

Dalam bukunya , Hatta : Jejak yang melampaui zaman (seri buku tempo) menulis jika mereka dikurung , ditempat istirahat perusahaan timah Bangka di puncak Gunung Menumbing, dekat Kota Muntok . Meskipun gedung itu besar katanya, ruang gerak para tahanan dibatasi pagar kawat dalam ruangan sebesar 4×6 meter (Tempo, 2016).

Pesanggrahan Menumbing terletak di Bukit Menumbing yang memiliki ketinggian mencapai 445 m di atas permukaan laut. Pesanggarahan ini terbagi menjadi tiga bagian bangunan yakni satu bangunan utama dan dua bangunan pavilion. Dimana bagian utama bangunan pavilon terlihat lebih rendah dari bangunan pavilion. Bangunan Pesanggrahan Menumbing ini diketahui berbentuk seperti benteng dengan beberapa lantai yang dikenal dengan nama Berghotel

Di asingkannya para tokoh dan petinggi RI, Belanda berharap agar mereka tidak dapat lagi melakukan kegiatan politiknya yang dapat membahayakan Belanda. Tujuan mereka menempatkannya di Muntok agar mereka terasing dan jauh dari rakyat. Belanda mengira Bangka masih dalam pengaruh dan kekuasaan Belanda sehingga tidak akan ada simpati dan dukungan kepada tokoh yang diasingkan. Namun, masyarakat Bangka justru mendorong dan mendukung kemerdekaan penuh Republik Indonesia melalui aktivitas politik yang dilakukan di Muntok.

Selama di Menumbing, Bung Hatta memprakarsai pertemuan kecil dengan masyarakat Muntok. Momen ini dimanfaatkannya untuk ceramah dan memberikan kursus politik dan ekonomi. Membekali pemuda dengan pemikiran membangun Indonesia merdeka. Jiwa repliken yang ada pada masyarakat Muntok tidak pernah terpikirkan oleh Pemerintah Belanda. Hal ini dibuktikan dengan antusias masyarakat saat menyambut kedatangan Soekarno, hingga saat itu masyarakat berbondong bondong menahan laju kendaraan yang ditumpanginya serta menyerukan salam “merdeka”. Selama pengasingannya Soekarno beserta tokoh nasional lainnya kerap turun dan berbaur dengan aktivitas masyarakat. Beliau juga tidak sungkan untuk mengadiri acara acara yang digelar masyarakat. Dalam acara acara tersebut, Soekarno kerap memanfaatkan momen untuk melakukan ceramah maupun pidato yang bertujuan untuk membakar semangat rakyat (Seno dkk, 2020).

Satu hal yang membuat masyarakat Muntok tidak dapat melupakan kehadiran tokoh tersebut yakni saat digelarnya kegiatan jalan jalan menyusuri Pantai Tanjung Kalian bersama pemuda-pemudi yang tergabung dalam Perkumpulan Olahraga Republik Indonesia (PORI) pada bulan Maret 1949. Menurut A.A. Bakar dalam bukunya Kenangan Manis dari Menumbing menyebutkan bahwa kegiatan jalan bersama ini sebagai kenangan yang tidak terlupakan bagi masyarakat Bangka. Sepanjang jalan dinyanyikan terus lagu mars. Acara tersebut dibuat Bung Karno pada hari Minggu. Bung Karno , KZ Abidin, dan Mr Ali Sastroamidjodjo didepan memimpin perjalanan. Saat itu, pemuda dan pemudi bersama seluruh lapisan masyarakat ikut berjalan dan sudah berkumpul sejak pagi hari.

Selain berbaur dengan masyarakat, tempat pengasingan di Bangka membuat banyak kegiatan dilakukan guna melakukan pengembalian kedaulatan RI. Perumusan naskah dalam diplomasi kedaulatan RI merupakan salah satu cara agar tonggak kedaulatan Negara RI dapat kembali.

Saat perumusan naskah diplomasi atau perundingan, Soekarno, Hatta, M. Roem, Agus Salim dan Ali Sastroamidjodjo merencanakan pertemuan dengan Ketua Badan Permusyawaratan Federal yang merupakan badan yang beranggotakan negara bagian dan daerah otonom terbuka Indonesia di Belanda. Pada tanggal 21 Januari 1949 perundingan tersebut dilaksanakan di ruangan meja makan Pesanggrahan Menumbing ( Oktavia). Pada tanggal 7 Mei 1949, perundingan ini kemudian menjadi cikal bakal persetujuan . Persetujuan tersebut dikenal dengan perundiangan Roem-Royen atau Van Roijen-Roem Statements.

Di Muntok, para tokoh kemerdekaan RI menjalankan perannya sebagai pusat perjuangan RI kala itu. Ditempat pengasingan ini, para tokoh memanfaatkannya sebagai momen untuk bermusyawarah menuju kedaulatan RI. Jadi memang sebagian besar perjuangan diplomasi RI dilakukan di Bangka.

Perundingan-perundingan perwakilan Belanda, BFO dan Republik Indonesia yang dimediasi oleh DK PBB, baik GOC (Good of Committe) atau KTN (Komisi Tiga Negara) dan UNCI (United Nations Commision for Indonesian). M. Roem diberi kuasa penuh oleh Presiden Soekarno dan Wkil Presiden M. Hatta dalam mewakili Indonesia untuk menyatakan kesanggupannya sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan tanggal 28 Januari 1949 dan petunjuk petunjukknya pada tanggal 23 Maret 1949. Kemudian setelah berhasilnya perjanjian Roem Royen ini maka di Pesanggrahan Muntok menjadi tempat dimana diserahterimanya Surat Kuasa Kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta dari IR. SOEKARNO kepada Sri Sultan Hamengkubono IX pada bulan Juni 1949. Surat kuasa tersebut dikonsep oleh Moh. Hatta di Pesanggrahan Menumbing dan diketik oleh Abdul Gaffar Pringgodigjo. Penyerahan surat kuasa ini disaksikan oleh Mohammad Hatta , Mr Roem dan Ali Sastroamidjodjo.

Kemudian sebagai pelaksanaan butir pertama dari isi perjanjian Roem-Royen yang menyetujui kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta maka pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno beserta rombongan kembali ke Yogyakarta dari Pulau Bangka . Kemudian Bung Karno mengatakan suatu Sloka yang menggugah semangat kebangsaan bahwa “ Dari Pangkalpinang Pangkal Kemenangan Bagi Perjuangan”

Bangka Belitung, negeri laskar pelangi tidak hanya menyuguhkan keindahan, kelimpahan sumber daya alam timahnya namun Bangka Belitung juga menjadi saksi dan bagian dari keberhasilan bangsa Indonesia mengembalikan kedaulatan Republik Indonesia.

Sumber : Berbagai Sumber

Penulis : Aliyah

Tinggalkan Balasan

All Rights Reserved 2023.
Proudly powered by WordPress | Theme: Refined News by Candid Themes.
error: Content is protected !!