Jangkarpena.com
Pap, Hari ini 50 tahun lalu. Mama bersama yang lain sedang lagi kumpul di Rumah. Sementara aku, lagi main di TMP samping kompleks kita sama teman-teman.
Mama waktu itu meski sedang hamil tua. Beberapa hari sebelum hari ini, dia tetap memaksakan diri buat kue nastar, yang belakangan aku tua itu kue kesukaan papa. Tapi adonan kuenya gagal, entah kenapa. Padahal setahuku mama nggak pernah gagal selama ini. Pap apakah itu tanda darimu?
Pap, di rumah waktu itu seperti tahun-tahun sebelumnya. Rumah kita sudah dihiasi dengan berbagai ornamen natal, tapi kali ini beda suasananya. Karena kita nunggu papa pulang. Pap, mama senang karena papa akan pulang buat Natalan bersama dan lebih dari itu dia berpikir papa akan temani mama, saat akan melahirkan adek ku. Seperti surat papa yang terakhir. Tapi harapannya itu pupus tersambar petir, di sore itu.
Pap, sore itu Rabu, 18 Desember 1974 matahari sedari pagi cerah, tapi “petir itu datang” tiba-tiba menyambar semua yang ada di rumah. Suasana yang tadinya tenang, berubah gaduh. Isakan tangis keluarga seperti alunan koor sumbang.
Pap, ada teman suruh aku pulang katanya, “pulang ngana, ngana pe papa so datang”. Aku pun langsung cepat- cepat pulang mau ketemu papa. Aku makin senang lihat ada mobil plat nomornya ada simbol jangkar. Tapi aku heran setelah sampai di halaman rumah, sudah ada banyak tetangga kumpul. Mereka menatapku dengan tatapan kasihan sambil berbisik-bisik mereka bilang, “Kasihan sekali dia dan adik yang yang belum lahir”. Tapi aku nggak peduli, aku terobos aja masuk rumah.
Pap, saat masuk rumah, aku lihat ada beberapa teman papa di ruang tamu, juga ada koper tapi aku tidak lihat papa. Aku sudah tidak sempat sapa mereka, karena dengar mama menangis di kamarnya opa oma. Teman-tema papa itu datang hanya bawa barang-barang pribadi papa. Mereka nggak bersama papa. Papa tinggal di 4° 44′14″ LU, 125° 28′42″
Pap, Anak bungsu papa lahir 3 hari setelah petir itu menyambar kami. Dia lahir sehat. Mama kasi nama dia sesuai dengan amanat di surat terakhir papa.. Meskipun dia tidak pernah ketemu papa, waktu dia lihat di Kartu Keluarganya nama ayahnya papa, dia senang sekali.
Pap, cucu-cucumu bangga dengan opa mereka seorang Prajurit Pengawal Samudera. Sangking bangganya. Cucu paling tau papa, dia mau tato di lengannya 4° 44′14″ LU, 125° 28′42″ BT. Tapi aku larang. Mereka baik-baik dan tetap jaga nama keluarga. Mereka sejak kecil sudah mandiri, tapi nggak ada yang mau ikuti karir papa kata mereka ke aku, “Papa aja nggak, kenapa suruh kami”.
Pap, 50 tahun bukan suatu hal yang muda buat mama membesarkan kami. Seperti ungkapan Iwan Fals dalam lagu berjudul IBU, “Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku, anakmu
Ibuku sayang, masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah”. Dengan berbagai cara dia berusaha membesarkan kami.
Mama sekarang usianya sudah 80 tahun sama dengan papa. Dia masih kuat, walau entah apa yang ada dalam batin dan pikiran mama saat ini. Mama diusianya yang 80 thn ini masih cantik, hanya fisiknya sdh termakan usia. Mama saat ini diabetes dan sudah mulai pelupa. Tapi pap satu hal yang aku tau, mama tidak pernah akan melupakan cinta sama papa.
Pap, maafkan aku, belum bisa jemput papa pulang. Anak-aku ku bilang, “kalau papa sekarang belum bisa jemput opa pulang, satu saat nanti kami yang akan jemput.
Pap sudah ya ngobrol kita, sekarang kurang lebih jamnya seperti saat teman-temannya papa datang ke rumah. Sudah ya, aku mau lanjutkan hidupku. Rest in Peace 24848 (QQ)