Tren Pemulihan Ekonomi Semakin Nyata

Spread the love

Jangkarpena.com Tren industri pengolahan mulai bergerak, seiring dengan adanya kenaikan impor. Indonesia sudah berada di jalur pemulihan ekonomi? Benar. Kabar gembira itu datang dari publikasi Badan Pusat Statistik, Kamis (15/4/2021). Dari laporan lembaga itu, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus selama kuartal I tahun ini.

Surplus perdagangan yang tercatat nilainya sebesar USD5,5 miliar atau Rp80,3 triliun (Rp14.600 per dolar) sepanjang kuartal I tahun ini. Demikian pula secara bulanan, surplus neraca perdagangan pada Maret 2021 mencapai USD1,57 miliar.

Ekspor, meskipun turun, masih berada di atas catatan impor, sehingga surplus dagang terjadi. Akan tetapi, pada Maret ini pembukuan BPS berbeda. Ekspor mencatatkan lonjakan signifikan. Bahkan, tertinggi hampir 10 tahun terakhir.

Nilai ekspor Maret 2021 tercatat sebesar USD18,35 miliar. Rekor tertinggi ekspor terjadi pada Agustus 2011 yang mencapai USD18,64 miliar.

Secara pertumbuhan, ekspor pada Maret 2021 naik 17,11 persen (year-on-year/yoy), sedangkan impor tumbuh 10,76 persen (yoy). Adapun total ekspor pada kuartal I/2021 mencapai USD48,9 miliar.

Tentu ada yang bertanya, produk apa yang mendongkrak kinerja ekspor? Ekspor terbesar masih didominasi produk andalan Indonesia, yakni minyak, lemak hewan nabati, dan bahan bakar mineral.

Memang kedua produk dominan untuk dongkrak kinerja ekspor. Hanya saja, sebenarnya tanda-tanda pemulihan kinerja perdagangan terjadi pada semua sektor. Pada periode ini, seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif.

Dapat dirincikan bahwa sektor pertanian tumbuh 14,61 persen, industri pengolahan melesat 18,06 persen, dan pertambangan naik 12,10 persen.  Sementara itu, nilai impor pada kuartal I/2021 mencapai USD43,38 miliar, naik 10,76 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020.

Bila dilihat dari kinerjanya, industri pengolahan mencatat pertumbuhan positif paling tinggi sebesar 18,06 persen. Tren industri pengolahan yang mulai bergerak itu seiring dengan adanya kenaikan impor.

Artinya, mesin-mesin produksi di dalam negeri mulai aktif kembali. Impor bahan baku akan mendorong manufaktur bergerak, sedangkan barang modal diharapkan bisa membuat investasi melaju.

Pendorong kenaikan impor, di antaranya, produk mesin dan perlengkapan elektrik, serta mesin dan peralatan mekanis. Adapun dari sisi penggunaan, impor barang konsumsi meningkat 14,62 persen, bahan baku/penolong naik 10,16 persen, dan barang modal naik 11,47 persen.

Menuju Pemulihan

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, peningkatan impor menunjukkan bahwa manufaktur dan investasi mulai pulih kembali. Sementara itu, Menteri Perdagangan M Lutfi menilai, capaian kinerja ekspor yang sangat baik di masa pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini dapat diinterpretasikan bahwa Indonesia mampu memaanfaatkan peluang-peluang yang ada pada saat dunia sedang bergerak menuju pemulihan ekonomi.

“Vaksinasi Covid-19 yang sudah dilakukan di berbagai negara mulai membangkitkan optimisme perbaikan kondisi ekonomi dunia pada akhir kuartal I 2021. Perbaikan ekonomi yang juga diikuti kenaikan harga komoditas dunia, ikut mendorong performa ekspor Indonesia pada Maret 2021,” ujar M Lutfi.

Optimisme yang sama juga diungkapkan pelaku bisnis. Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani, hasil kinerja perdagangan pada Maret menjadi indikasi ekonomi Indonesia telah cukup agresif memanfaatkan peluang pasar internasional untuk mempercepat pemulihan.

Memang dengan tren ekspor serupa itu, Indonesia bisa melanjutkan pertumbuhan ekonomi selama produksi berorientasi ekspor terus dipacu. Dengan demikian, kinerja tersebut dapat dipertahankan karena permintaan hampir semua komoditas di pasar internasional terus membaik sejak kuartal IV/2020.

Namun, Shinta mengimbau semua pihak agar tetap waspada dengan ketidakpastian yang masih membayangi kinerja impor. Menurutnya, pertumbuhan impor bahan baku/penolong maupun modal akan sangat bergantung pada pemulihan konsumsi masyarakat sepanjang tahun. “Meskipun masih fragile, kami melihat arah menuju pemulihan ekonomi dan kebijakan pemerintah sudah on the right track.”

Berdasarkan data dari kinerja perdagangan, optimisme terus didorong, bahkan surplus neraca perdagangan diramalkan terus berlanjut hingga sepanjang semester I/2021. Selain itu, tren kenaikan harga komoditas dan pemulihan ekonomi global, terutama Tiongkok dan Amerika Serikat sebagai tujuan dagang, akan memacu ekspor Indonesia.

Tren positif juga terjadi di dalam negeri. Perbaikan sejumlah indikator ekonomi terjadi pada tiga bulan pertama tahun ini, seperti indeks manufaktur, penyaluran kredit, hingga penjualan otomotif.

Hal itu membuat jalan pemulihan ekonomi bertambah lebar. Momentum ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Namun, jangan lengah dalam melakukan penanganan Covid-19. Pasalnya, lonjakan kasus positif dan kematian akan kembali menghantui perekonomian nasional.

Kesempatan ini juga menjadi momentum pemerintah menebus penurunan ekonomi beberapa waktu lalu. Apalagi Presiden Joko Widodo menginginkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 menembus 7 persen.

Kalangan pelaku usaha pun mengingatkan agar semua pihak tetap waspada, karena ketidakpastian masih membayangi. Pemerintah harus terus memacu pemulihan konsumsi masyarakat sepanjang tahun ini.

Konsumsi akan menjadi tumpuan mesin-mesin produksi di sekor riil tetap hidup. Ramadan dan Idulfitri merupakan momentum pemulihan daya beli masyarakat.

Bila momentum ini bisa dimanfaatkan hingga akhir tahun, ekonomi nasional akan kembali terangkat. Selain itu, biaya produksi yang acap kali muncul seiring dengan mengeliatnya perekonomian perlu ditanggulangi. Mari menyambut angin pemulihan. Geliat dan denyut nadi di masyarakat itu diharapkan bisa menggerakkan mesin ekonomi menjadi lebih baik lagi ke depannya. (Read)

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!