Marlas Hutasoit, SH: Klarifikasi Soal Tuduhan Pemalsuan Nilai Lima Mahasiswa STT Ekumene

Marlas Hutasoit, SH: Klarifikasi Soal Tuduhan Pemalsuan Nilai Lima Mahasiswa STT Ekumene

Spread the love

Jakarta – Beberapa waktu lalu, beberapa media nasional (detik.com dan CNN Indonesia) ramai memberitakan bahwa seorang dosen Sekolah Tinggi Teologia (STT) Ekumene Kelapa Gading, Jakarta Utara, Yohanes Parapat melaporkan dugaan pemalsuan surat ke Polda Metro Jaya. Laporan ini terkait, adanya lima mahasiswa yang sudah diwisuda secara virtual, padahal mereka belum mendapat nilai pada mata kuliah yang diampu oleh pelapor. Laporan Yohanes Parapat terkait lima mahasiswanya itu diterima Polda Metro Jaya dengan nomor STTLP/B/6294/XII/2021/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 15 Desember 2021.

Menanggapi laporan itu, Marlas Hutasoit selaku pengacara STT Ekumene, Kelapa Gading, Jakarta Utara ketika dikonfirmasi menegaskan bahwa pelapor atas nama Yohanaes Parapat, sampai saat ini masih tercatat sebagai salah satu dosen STT Ekumene Kelapa Gading, Jakarta Utara di Program Magister atau Pascasarjana.

“Ini sebenarnya urusan internal rumah tangga. Perlu diketahui sampai saat ini beliau tercatat dosen STT Ekumene di Program Magister. Yang bersangkutan juga sekaligus juga Ketua Alumni STT Ekumene. Bahkan sebelum 2021, dia menjabat Direktur Pasca Sarjana kira-kira bersamaan dengan laporan adanya dugaan pemalsuan “ijasah atau nilai” yang disebut. Jadi kalau melihat tempus (waktu kejadian dugaan pemalsuan) Yohanes Parapat masih menjabat Direktur Pasca Sarjana yakni sekiar 2020-2021,” beber Marlas Hutasoit memberikan penjelasan.

Menurutnya saat ada dugaan pemalsuan itu, dia sebagai Direktur Pasca Sarjana STT Ekumene dan 5 orang disebutkan dalam laporan adalah mahasiswa pasca sarjana. “Dia (Yohanes Parapat) mengetahui dan proses menyetujui Yudisium atau Wisuda tersebut. Bahkan dalam dokumentasi, dia juga ikut terlibat dalam wisuda karena memang beliau Direktur Pasca Sarjana,” ungkapnya.

Lebih jauh kata Marlas dalam laporannya, dia tidak menyebutkan secara spesifik apa saja yang dipalsukan. Artinya menyebut apa dan bagaimana dipalsukan. Dan juga dia tidak menyatakan siapa terlapor dan siapa korbannya. Apakah dia yang jadi korban akibat dari pemalsuan itu tidak jelas. Harus ada korban maka ada sisi pidananya.

“Kalau mahasiswa yang korban, harusnya si pelapor lima mahasiswa itu. Faktanya ijasah itu diterima, terdaftar resmi di Dikti Kemendikbudristek dan Dinas Bimas Kristen Kementerian Agama RI. Bahkan ada nomor seri yang tercatat resmi di Dikti Kemendikbudristek maupun Direktorat Perguruan Tinggi Agama Kristen Kemenag RI. Kita tidak paham sampai hari ini secara konten, apa dan siapa yang korban,” sanggahnya panjang lebar.

Meski demikian, sebagai kuasa hukum STT Ekumene kata Marlas, bahwa pihaknya mendukung secara penuh kinerja pihak kepolisian Polda Metro Jaya dalam menyingkap tabir atau tuduhan ini, terkati laporan dugaan pemalsuan ini. Diakuinya dengan terus terang, sampai sekarang pihak Polda Metro jaya masih melakukan penyelidikan atas laporan dugaan pemalsuan nilai. Mereka telah mengundang para pihak dalam rangka meminta klarifakasi.

Dalam hal ini, sambung Marlas, bahwa kami (pihak STT Ekumene) mendukung proses penyeledikan ini. Bahkan kami sudah menghadiri panggilan Polda Metro Jaya. Juga sudah menyerahkan bukti-bukti dan data diperlukan penyidik. Mulai dari perizinan (legalitas) STT Ekumene sampai data mahasiswa disebutkan pelapor tersebut. Mereka berlima adalah mahasiswa pasca sarjana.

“Kita berharap dan menghimbau, beliau (Yohanes Parapat) sebagai bagian dari civitas akademika STT Ekumene, yang sampai hari ini mendapatkan gaji penuh, harusnya bisa menahan diri. Bawa dulu persoalan ini, jika dianggap persoalan, bawa dulu ke ranah internal. Ini belum pernah dibawa ke internal sudah dilaporkan,” paparnya menyayangkan.

Di dalam kita mempunyai mekanisme kode etik internal dosen pasca sarjana. Jangan ujug-ujug di bawa ke luar, bahkan nanti bisa tuduhan pembunuhan karakter. Bisa merusak citra STT Ekumene yang termasuk dirinya sendiri, karena Yohanes masih tercatat resmi dosen dan Direktur Pasca Sarajana. Bahkan saat ini, ia menjadi Ketua Ikatan Alumni STT Ekumene. Oleh karena itu, kita menghimbau agar menahan diri, jangan euforia atau tendesi dengan menyebarkan masalah, yang dapat berpotensi membuat masalah baru ke arah hoaks maupun berita yang tidak berdasar.

“Sebenarnya kami merasa tidak melakukan seperti tuduhan laporan itu. Pintu kami senantiasa terbuka bilamana beliau datang mengklarifikasi, bertanya atau memperlihatkan tentang tuduhan itu, kita dengan senang hati menunggu. Sebab, ini semacam urusan rumah tangga, cocoknya diselesaikan dalam ranah internal rumah tangga STT Ekumene. Kalau merasa STT ini tidak disayangi lagi dan tidak peduli, ya silahkan mengambil sikap, ya harus gentlemenlah. Mungkin lebih baik cari yang lebih bonafid,” tukas Marlas. (YM)

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!