MUI DIBENAHI ATAU DIBUBARKAN

Spread the love

Jakarta – Jangkarpena.com Komunitas Agama Cinta menggelar diskusi virtual, pada hari Minggu, 21 November 2021, dengan tema “Benahi MUI atau Bubarkan”.

Gus Sholeh Mz selaku pelaksana acara, dalam sambutannya menyampaikan: “Guna menampung pro kontra tagar yang lagi viral di dunia maya tentang dibubarkanya MUI atau dibenahi, maka kami mengundang beberapa narasumber yang kompeten dalam bidangnya untuk diskusi bersama secara online, agar MUI tidak menjadi gunjingan yang berkepanjangan di media sosial.” Dengan harapan webinar kali dapat menjadikan perhatian dan introspeksi diri kepada seluruh pengurus MUI Pusat sampai Daerah agar kedepannya MUI bisa lebih baik sesuai yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia.

Materi pertama disampaikan oleh Gus Nuril Arifin, MBA Panglima PGN (Patriot Garuda Nusantara), MUI lahir tahun 1975 dari rahim Orde Baru era Presiden Suharto, dibentuk sebagai wadah musyawarah para ulama dan Ormas-ormas Islam di Indonesia, guna membantu Pemerintah dalam mencipatakan stabilitas nasional dalam kehidupan beragama dan berbangsa, meskipun pada perjalanannya banyak digunakan sebagai alat kepentingan politik untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto.

Pro kontra terhadap MUI ada mulai dulu, utamanya banyak menjadi pergunjingan tentang transparansi uang hasil dari Sertifikat Halal, yang dimonopoli oleh MUI selama berpuluh-puluh tahun tanpa ada laporan kejelasan dana tersebut kepada masyarakat.

Belakang ini MUI banyak mendapat cibiran dari masyarakat, karena labelisasi sertifikat halal bukan hanya pada makanan tapi juga alat-alat elektronik pun juga di label sertifikat halal MUI. Bukan hanya itu saja, MUI juga banyak keluar dari arena juangnya karena banyak terlibat dalam politik praktis, salah satu yang paling menonjol adalah saat Pilkada DKI Jakarta.


Dan gunjingan lainnya kepada MUI sering sekali mengeluarkan pernyataan yang kontra produktif sehingga menimbulkan kegaduhan. Sering juga nyinyir kepada Presiden sebagai Kepala Negara, padahal MUI dibiayai oleh Negara, seharusnya bersinergi dengan Pemerintah, justru yang ada sering berseberangan dengan Pemerintah dan sering pula memberikan pernyataan yang menimbulkan kegaduhan.

Dan saat ini MUI menjadi trending topik di Medsos karena salah satu Pengurus MUI Pusat di Komisi Fatwa yang ditangkap oleh Densus 88 karena terlibat dengan jaringan teroris JI.


Kekecewaan dan kemarahan masyarakat luas kepada MUI yang selama ini dipendam ditumpahkan dengan ramai membikin tagar bubarkan MUI.
Dengan kejadian ini hendaknya MUI untuk muhasabah kata Gus Nuril, mau berbenah dan memperbaiki diri, bila tidak bisa ya sebaiknya MUI dibubarkan saja.

Selanjutnya Gus Nuril menyampaikan: MUI sebagai Ormas yang profesional berkemestian memiliki HUMAS, hingga pernyataan MUI dapat ditanggung jawabi oleh Majelis. Dengan demikian pernyataan MUI akan berwibawa bagi Ormas Islam dan masyarakat Indonesia. MUI yang di tanggung anggaran dari Negara seharusnya melindungi seluruh rakyat Indonesia, karena negara dapat anggaran dari pajak rakyat, dan MUI yang seharusnya membela negara hingga kurang pantas seorang anggota MUI (Wakil Ketua Umum) mengatakan kalau MUI dibubarkan Indonesia juga dibubarkan. pernyaatan seperti ini tidak tepat, bersifat kontraproduktif dan menciptakan instabilitas.

MUI seharusnya bukan hanya menjadi stempel Fatwa, dan tempat persembunyian para opurtunis yang memanfaatkan MUI untuk ambisi kepentingan pribadi yang tak terukur, MUI harus sadar sudah banyak merugikan ormas Islam, hingga butuh pembenahan dan restrukturisasi Kepengurusan.
MUI berkewajiban membersihkan diri dari kelompok teroris dan radikalis, masyarakat hendaknya memberikan tenggang waktu kepada MUI untuk berbenah dan memperkuat diri, jadi lembaga indenpenden yang profesional, tegar dan kuat tanpa pernah dapat dipengaruhi para donasi yang berharap imbalan. Dengan demikian anggaran yang dikeluarkan Negara bermanfaat semestinya.

Narasumber kedua KH Saiful Bahri, MA, Wakil Ketua Komisi Ukhuwah MUI Pusat, menyampaikan MUI adalah Wadah Musyawarah Umat Islam. Di dalamnya berhimpun segenap potensi Umat; dari Ormas Islam, Perguruan Tinggi Islam dan Pondok Pesantren, dari berbagai aliran dan mazdhab keagamaan Islam.

Adanya semacam “gugatan” untuk berbenah, hingga tuntutan pembubaran, terhadap MUI terkait dengan ditangkapnya seorang pengurus, atas dugaan terlibat jaringan terorisme, adalah reaksi ummat dan masyarakat, agar MUI introspeksi/Muhasabah.

Beliau berpandangan, bahwa tidak semua yang menuntut “pembubaran” MUI, didasari oleh suatu kebencian. Tetapi, banyak juga yang merasa prihatin, gemas, simpati, dan menunjukkan rasa sayangnya. Dimana, MUI diharapkan tampil sebagai, lembaga yang kredibel, berwibawa, diisi oleh para ulama yang memiliki keilmuan, wawasan, akhlak dan integritas yang kuat terhadap bangsa dan negara. Sehingga, kehadiran MUI, selain memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk melaui berbagai fatwanya, juga memberikan kesejukan, kedamaian dan ikut memperkokoh kesatuan dan persatuan bagi bangsa Indonesia.

Pemateri ketiga disampaikan DR. Abdul Jamil Wahab, M.Si. Peneliti Senior Balitbang Kemenag RI dan Penulis Buku “Islam Radikal dan Moderat”, menyampaikan Densus 88 menangkap Farid Okbah, Zain an-Najah, dan Anung al-Hamat pada 16 Nov 2021. Ketiganya ditangkap atas dugaan keterlibatan dalam organisasi Jamaah Islamiyah (JI).

Zain an-Najah adalah anggota Komisi Fatwa MUI, atas dasar itu muncul isu tunutan pembubaran MUI. Terjadinya reaksi umat Organisasi Jamah Islamiyah, saat ini lebih inklusif, hingga bisa masuk ke dalam semua lini, tidak hanya melakukan aksi terorisme, tapi juga bergerak dalam social keagamaan seperti membentuk yayasan pendidikan dan gerakan amal social untuk isu-isu kemanusiaan.

Anggota JI bisa masuk menyusup ke lembaga pendidikan, pemerintahan, hingga ormas keagamaan. Keterlibatan Zain an-Najah di organisasi JI, murni tindakan individu hingga tidak ada keterkaitan dengan MUI sebagai organisasi.

Atas dasar tersebut di atas, kita menyerahkan penangkapan para terduga terorisme pada proses hukum, hingga tidak sampai pada tuntutan pembubaran MUI, karena bersifat tindakan pribadi.

Pemateri selanjutnya disampaikan oleh Habib Zen Assegaf, mengamini apa yang disampaikan oleh Gus Nuril. Jangan jadikan MUI tempat bersembunyinya kelompok teroris, radikais, takfiri dan ujaran kebencian. MUI harus bisa menjadi penyejuk dan pemersatu umat, jangan mengeluarkan fatwa dan statement yang justru membuat kegaduhan dan perpecahan sesama anak bangsa Indonesia. Pengurus MUI harus faham betul tentang wawasan kebangsaan, bahwa negara ini telah disepakati oleh pendahulu kita yang mendirikan Indonesia menjadi negara Pancasila bukan negara agama, jadi bila mengeluarkan fatwa dan berstatemen bisa memberikan kemanfaatan kepada semua rakyat Indonesia bukan justru memecah belah sesama anak bangsa. Pokoknya bila MUI tidak berbenah saya setuju MUI dibubarkan saja kata Habib Zen Assegaf.

Narasumber terakhir Gus Moh. Rosyad, MSi, Aktifis Lintas Agama Kota Malang Jawa Timur. Menyampaikan: Memang terjadi pro dan kontra di masyarakat, paskah ditangkapnya pengurus MUI pusat oleh Densus 88. Sebagian masyarakat kecewa, marah bahkan mengusulkan pembubaran MUI dan hal itu sangat beralasan, karena yang di tangkap oleh Densus 88 itu pengurus MUI bagian Fatwa yang diduga terlibat jaringan teroris (JI).

Sebagian masyarakat menganggap, kejadian itu dilakukan oleh personal dan bukan institusional MUI, karena itu harus dipertanggung jawabkan secara pribadi, ibarat genting rumah ada yang bocor, maka genting yang bocor itu yang harus diganti dan bukan rumahnya yang dihancurkan.
Terlepas dari pro dan kontra masyarakat dalam menanggapi kejadian tersebut, saya secara pribadi masih punya harapan besar kepada MUI untuk menjadikan kejadian tersebut sebagai momentum untuk membenahi kelembagaan MUI secara menyeluruh, mulai dari sistem rekrutmen pengurus, penunjukan jubir, dan pembenahan di tusi-tusi lainya.
MUI dalam fatwa-fatwanya harus memperkuat kerukunan (ukhuwah Islamiyyah), meningkatkan kerukunan antar ummat beragama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.

MUI harus selalu berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat yang aman dan damai, serta berdampingan dengan umaro’, memberikan masukan-masukan ke pemerintah dengan cara yang baik dan elegan agar roda pemerintahan berjalan kondusif, masyarakat kondusif tidak terprovokasi.
Untuk itu menurut saya, MUI harus berbenah, dan mendengarkan kritik serta saran masyarakat, tidak lagi memonopoli kebenaran fatwa, karena sehebat apapun, tetap saja manusia yang tidak luput dari khilaf dan salah.

Sesi Tanya Jawab, Peserta Martin Sembiring, MT. Politeknik Negeri Medan, menyampaikan: Mari Perkuat MUI melalui Webinar Kebangsaan ini dengan menegakkan kutipan aline Pertama Muqadimah AD MUI menyebutkan Ulama Indonesia menyadari, kemajemukan dan keragaman umat Islam dalam pikiran dan paham keagamaan merupakan rahmat bagi umat yang harus diterima sebagai pelangi dinamika untuk mencapai kebenaran hakiki. Sebab sikap menghormati berbagai perbedaan pikiran dan pandangan merupakan wasilah bagi terbentuknya kehidupan kolektif yang dilandasi semangat persaudaraan (ukhuwah), tolong menolong (taawun) dan toleransi (tasamuh). Dan Kutipan ART dan Pasal 1, ART Pengurus Majelis Ulama Indonesia di semua tingkatan harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut : BAB I UMUM, Pasal 1 Kepengurusan, ayat (6) g Menerima eksistensi NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Setelah closing statement Narasumber, Gus Sholeh Mz, Koordinator AgamaCinta menyampaikan ucapan terima kasih, kesimpulan dan harapan.

Webinar ini dimoderatori oleh Muhardi Karijanto, SE, MM Sekjen NINJA (Negeriku Indonesia Jaya) dan ditutup Puisi dan Doa oleh Habib Ja’far Shadiq.

(***)

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!