Jakarta – Jangkarpena.com
Uji materi terkait undang undang nomor 07 tahun 2017 menuai pro dan kontra. Dalam sidang yang telah digelar lama telah sampai pada tahap akhir yakni akan dilakukannya pembacaan putusan MK pada tanggal 16 Oktober 2023. Dilansir dari artikel yang dimuat CNN (selasa/10/10/2023) putusan tersebut merupakan Perkara yang akan diputus adalah 29/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Dedek Prayudi. lalu, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabana; Nomor Perkara 55/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Erman Safar dan Pandu Kesuma Dewangsa. Selain itu, Nomor Perkara 90/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Almas Tsaqibbirru Re A; Nomor Perkara 91/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Arkaan Wahyu Re A; Nomor Perkara 92/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Melisa Mylitiachristi Tarandung.
Terdapat pula agenda sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan untuk Nomor Perkara 105/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Soefianto Soetono dan Imam Hermanda. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231010140637-12-1009392/mk-bacakan-putusan-gugatan-batas-usia-capres-cawapres-16-oktober.
Pada awalnya gugatan tersebut dilayangkan oleh PSI terkait batas usia minimal dari 40 tahun menjadi 35 tahun dan ada juga permohonan yang meminta untuk menambahkan klausul “atau pernah berpengalaman menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah, sehingga banyak pihak yang pro dan kontra terkait hal tersebut karena opini yang beredar mengarahkan pada sosok Gibran Rakabuming yang merupakan walikota solo sekaligus putra Presiden Joko Widodo yang merupakan sosok yang diduga didorong untuk dicalonkan sebagai Calon Wakil Presiden.
Dalam kampanyenya PSI selalu menggadeng sosok Jokowi dengan tagline “Tegak Lurus Pada Jokowi”. Dengan masuknya anak bungsu Presiden Kaesang Pangarep sebagai kader sekaligus ketua umum Partai Solidaritas Indonesia secara instan, hal tersebut cukup menciderai prinsip kaderisasi Partai & memperlihatkan arah gerak politik yang mengklaim diri sebagai partai anak muda tersebut.
Pada sisi yang lainnya, Mahkamah Konstitusi yang menjadi lembaga penguji Undang-Undang no 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum tersebut banyak kalangan merasa pesimis MK dapat netral bahkan menilai jika MK akan mengabulkan permohonan batas usia minimal dan pernah berpengalaman menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah, yang dimohonkan para pemohon karena kecurigaan kepada yang mulia Ketua MK Anwar Usman sendiri karena merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo.
Secara normatif berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi No 2 Tahun 2012 menyebutkan mekanisme pengambilan putusan berdasarkan musyawarah sembilan hakim. Namun dengan adanya relasi kuasa atas hubungan keluarga yang mulia Ketua MK banyak kalangan mencurigai pada pengambilan keputusan Sembilan hakim MK akan terjadi tekanan politik yang kuat karena posisi relasi kuasa yang mulia Ketua Hakim MK sekaligus adik ipar Presiden itu tentulah menjadi sangat berpengaruh, dan besar kemungkinan dapat menyandera independensi para hakim lainya untuk berpendapat secara bebas.
Para Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi walau bagaimanapun tidak berada di ruang hampa, tetap akan ada kolega ataupun keluarga di sekitar mereka. Apakah itu mempengaruhi keputusan ataukah independensi tetap akan dijunjung tinggi?
Semua hal ini akan kita buktikan bersama-sama dengan keputusan yang diambil oleh MK pada tanggal 16 oktober 2023 nanti. Apakah MK mempertahankan marwahnya sebagai Mahkamah Konstitusi sebagaimana Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, ataukah malah menjadi Monarki Konstitusi.
Penulis: Dr. Demas Brian Wicaksono. S.H., M.H.Direktur PRESISI (Penstudi Reformasi Untuk Demokrasi dan Antikorupsi)
Editor : #RomoKefas