PUTUS ASA DAN AKHIR SELURUH RIWAYAT

PUTUS ASA DAN AKHIR SELURUH RIWAYAT

Spread the love

Jangkarpena.com

Mengakhiri perjalanan hidup di dunia yang fana dan memulai hidup baru di dunia orang mati harusnya itu hak Ilahi, sang pencipta. Tak seorangpun dapat mengambilnya, juga pemilik diri sendiri. Dan ketika seseorang menamatkan kisahnya di dunia ini, menyelesaikan seluruh cerita tentang hidupnya melalui jalan senyap bunuh diri, orang terperangah dan berkata sedemikian rumitkah hidupnya sampai ia harus menamatkan riwayatnya tanpa persetujuan Ilahi?

Menurut para pakar kejiwaan, penyebab utama bunuh diri adalah keputus’asaan. Seseorang merasa putus asa karena berbagai persoalan hidup yang mendera seakan tidak lagi menemukan jalan ke luar dari persoalan hidupnya itu. Entah itu karena sakit yang tidak kunjung sembuh, bisnis yang terus merugi, menganggur dalam waktu lama, kesepian, keinginan yang tak terkabul dan banyak faktor lain yang tidak dapat dijawab yang bersangkutan. Beban kejiwaan yang menghimpit dan tiadanya teman untuk berbagi menghasilkan rasa putus asa yang tak dapat ditanggung hati yang lemah, dan mengambil keputusan senyap untuk mengakhiri seluruh riwayat hidupnya dengan bunuh diri.

Itulah sebabnya dalam Kitab segala kitab, pada suatu masa sebelum masehi seorang pemazmur menulis: “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku?” Penulis adalah seorang raja sepertinya berada dalam keadaan tertekan menanggung beban dan ia dihantui rasa gelisah yang sangat. Sesungguhnya sang raja dalam kondisi kejiwaan terguncang dalam keputus’asaan yang sangat. Situasi tertekan serta rasa gelisah adalah jalan awal dalam keputus’asaan.

Kata putus asa menurut kamu bebas bahasa Indonesia dapat diartikan dengan keadaan yang tidak ada harapan atau sia-sia, bingung sekali, sangat kusut dan terganggu pikirannya. Dari arti kata dimaksud dapat disimpulkan jika seseorang putus asa maka yang terjadi orang itu kehilangan pengharapan dan kemampuan akal sehatnya untuk ke luar dari persoalan yang dihadapinya. Dan saat seperti itulah terbersit kata akhir untuk menyelesaikan seluruh riwayat di dunia yang fana ini.

Seperti kisah ketika seorang anak yang masih pelajar harus mengakhiri hidupnya hanya karena ia tidak memiliki hape android, atau seorang remaja mengantung dirinya karena cintanya ditolak orang yang ia suka atau sepasang kekasih menyelesaikan perjalanan hidup di dunia fana karena orang tua tidak merestui, sesungguhnya itu diawali oleh rasa tertekan dan gelisah dan berkembang menjadi keputus’asaan yang sangat dan seterusnya tamatlah riwayat sang hidup.

Itulah sebabnya dalam Kitab segala kitab pada zaman dahulu kala ketika para pujangga Yahudi memberi nasihat kepada bangsanya untuk bertahan dalam segala tekanan dan ke luar dari segala kegelisahan. Sebagaimana dikutib dalam Kitab segala kitab, seorang pujangga besar bernama Yesaya dari Izaraeli negeri berlimpah susu dan madu menulis syair: “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya”. Syair ini ingatkan sesungguhnya hidup masih ada harapan, ada pengharapan dari Dia pemilik hidup. Buluh yang patah terkulai, masih ada harapan untuk hidup. Sumbu yang pudar nyalanya masih ada harapan untuk tetap bersinar. Karenanya percayalah keputus’asaanmu, kegelisahanmu, tak akan membuat engkau tekapar kalah. Hidup ini untuk diperjuangkan dan bukan untuk disesali.

Ega Mawardin

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!